Perkuat Sinergi KPK Gelar Rapat Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Kejaksaan RI., Kupang, 28 Oktober 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggelar Rapat Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kegiatan ini berlangsung sukses pada hari Selasa, 28 Oktober 2025, bertempat di Ruang Rapat Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT, Kupang.
Rapat koordinasi yang dimulai pukul 14.20 WITA ini diadakan dengan tujuan meningkatkan sinergitas antar instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi di wilayah NTT. Acara ini dihadiri oleh Pimpinan KPK beserta para pimpinan instansi penegak hukum dan lembaga pengawas terkait di NTT yakni Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, BPK dan BPKP.
Membuka kegiatan ini Kajati NTT, Roch Adi Wibowo, S.H., M.H. mengungkapkan adanya peningkatan signifikan dalam penanganan perkara korupsi di wilayahnya. Sepanjang Januari hingga September 2025, jumlah penyelidikan perkara korupsi mencapai 106 kasus, meningkat lebih dari 20% dibanding periode sebelumnya.
"Pada tahap penyidikan terdapat 92 perkara yang masih aktif, dengan peningkatan sekitar 18% dibanding tahun 2024," tambahnya.
Fokus utama dari paparan tersebut adalah keberhasilan dalam penyelamatan dan pemulihan keuangan negara. Kejati NTT dan jajaran berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp 12,48 miliar dan memulihkan kerugian negara melalui eksekusi uang pengganti dan denda lebih dari Rp 3,4 miliar.
Pencapaian paling signifikan adalah pengamanan aset negara dan daerah. "Serta mengamankan aset negara dan daerah dengan nilai akumulatif mencapai lebih dari Rp 920 miliar, termasuk lahan strategis, aset bangunan pemerintah, serta kendaraan," tegas Roh Adi Wibowo.
Soroti Kasus Mangkrak
Kajati juga menyoroti beberapa sektor strategis yang menjadi fokus penanganan, di antaranya infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Ia menyebutkan penanganan proyek irigasi dan jalan yang bermasalah, serta penanganan perkara pembangunan Rumah Sakit Pratama Wehiku di Malaka senilai hampir Rp 45 miliar.
Di sektor pendidikan, Kejati NTT menaruh perhatian khusus pada proyek mangkrak. "Kejaksaan NTT menangani pembangunan gedung Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana senilai Rp 48,6 miliar yang mangkrak dan tengah mendorong mekanisme aset recovery serta pertanggungjawaban hukum bagi pihak yang terkait," jelasnya.
Tantangan Geografis dan Sinergi
Meski menunjukkan kinerja positif, Roh Adi Wibowo mengakui tantangan berat yang dihadapi di NTT, terutama kondisi geografis kepulauan yang kompleks seperti Rote Ndao, Lembata, dan Sabu Raijua.
"NTT adalah wilayah kepulauan yang luas dengan kondisi geografis yang kompleks. Proses penyidikan sering menghadapi hambatan transportasi dan logistik," katanya.
Ia menegaskan, keterbatasan tersebut tidak boleh menjadi alasan untuk berhenti. Melalui Rakor ini, ia berharap dapat memperkuat sinergi antar lembaga untuk memetakan kerawanan korupsi, memperkuat pencegahan, dan memastikan penegakan hukum yang tegas namun humanis.
"Kami berharap ke depan pemberantasan korupsi di wilayah Nusa Tenggara Timur tidak hanya diukur jumlah perkara yang ditangani, tapi juga dari dampak nyata terhadap tata kelola pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat," tutupnya.
Adapun pengarahan Pimpinan KPK yang disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Johanis Tanak, menyatakan bahwa salah satu hambatan terbesar pemberantasan korupsi di daerah, yakni kedekatan emosional antar pimpinan di Fokorpimda.
"Ini mungkin agak sulit (bagi APH daerah) menangani perkara yang melibatkan pemerintah daerah provinsi atau anggota DPRD. Karena setiap hari bertemu... dan kemudian disebut sebagai Fokorpimda. Sehingga sulit untuk kemudian, ada 'tepo selira', ada tenggang rasa untuk menangani perkara-perkara tersebut," ujarnya.
Ia menegaskan, dalam situasi seperti inilah KPK diberi tugas untuk mengambil alih perkara. "Oleh karena itu, kami dari KPK diberi tugas agar dalam hal terjadi hal-hal seperti begini, maka kami akan meng-take over perkara tersebut untuk kemudian kami tangani, supaya penyelesaiannya benar-benar sesuai dengan tujuan hukum."
Kritik Hukuman Ringan: Koruptor 'Korupsi Baru' di Penjara
Pimpinan KPK ini juga menyoroti ironi masih tingginya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, yang menurutnya disebabkan oleh buruknya pelayanan publik hingga membuat investor asing seperti Sony dan Bata hengkang.
Selain itu, ia mengkritik rendahnya integritas APH, termasuk di internal KPK sendiri, serta rendahnya hukuman bagi koruptor. Menurutnya, hukuman ringan justru menciptakan masalah baru.
"Begitu tuntutan rendah, hukuman rendah, yang koruptor dihukum, bikin lagi korupsi baru dalam penjara," tegasnya. Ia mencontohkan bagaimana narapidana korupsi bisa tinggal di luar rutan, yang menurutnya tidak mungkin terjadi tanpa suap.
KPK Mandat Internasional
Dalam kesempatan itu, ia juga menepis wacana pembubaran KPK. Ia mengingatkan bahwa KPK tidak hanya dibentuk oleh undang-undang nasional, tetapi juga merupakan mandat dari Konvensi PBB Menentang Korupsi (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia.
"Jadi kalau orang mengatakan bubarkan saja KPK, silakan bubarkan, akan dipertanyakan oleh PBB. Apa alasannya kalian bubarkan KPK? Karena KPK ini dibentuk juga berdasarkan UNCAC," pungkasnya.
Penutup
Rapat Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di NTT ini menegaskan pentingnya sinergi antar aparat penegak hukum dan lembaga pengawas dalam memperkuat upaya pencegahan serta penindakan korupsi. Melalui kolaborasi yang solid antara KPK, Kejati NTT, BPK, BPKP, Kepolisian, dan Pengadilan, diharapkan terbangun tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berintegritas. Komitmen bersama ini menjadi langkah nyata untuk mewujudkan Nusa Tenggara Timur yang bebas dari praktik korupsi dan berorientasi pada keadilan serta kesejahteraan masyarakat.